Knowledge is power, but character is wonder
Ilustrasi Jejak Hijrah (Sumber: https://www.bing.com/)
Nilai Sejati Hijrah
Fenomena hijrah telah menjadi sebuah trend di kalangan muda-mudi masa kini. Berbagai konten tentang hijrah telah bertebaran di berbagai media sosial. Hijrah menjadi sebuah gerakan yang sangat populer khususnya di tengah kalangan kaum milenial yang dicerminkan melalui praktik-praktik ritual yang bersifat religius.
Bicara soal hijrah, seringkali konsep ini dikaitkan dengan premis-premis yang sangat agamis tentang sebuah perpindahan. Dalam KBBI, hijrah artinya “perpindahan Nabi Muhammad saw. bersama sebagian pengikutnya dari Mekah ke Medinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy” sedangkan menurut bahasa arab ‘hijrah’ adalah pindah, menjauhi atau menghindari.
Hijrah yang Berbalik Arah
Tentu seseorang yang berhijrah harus menjauhi hal-hal yang batil, berpindah dari segala yang kurang baik kepada segala hal yang lebih bajik. Secara substantif hal tersebut adalah hal yang positif, bahkan konsep hijrah tidak hanya untuk umat Islam jika pemahamannya seperti demikian. Contohnya, setiap manusia pasti pernah tersandung pada sebuah kesalahan, oleh karenanya manusia pun harus memperbaiki dan juga bangkit ke arah yang lebih baik. Mengubah kesalahan menjadi pembelajaran. Bahkan konsep hijrah bisa diinterpretasikan dengan perumpamaan sesederhana itu.
Implementasi hijrah harus dilakukakan sejalan dengan ajaran Islam yang sejati sebab pemahaman hijrah yang menyimpang justru terkadang malah mencederai esensi hijrah itu sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, hijrah yang dimaknai secara luas telah berubah dan mengalami pergeseran makna. Ironisnya pemahaman ini tengah banyak digaungkan oleh oknum disertai indoktrinisasi makna hijrah yang berorientasi pada ritual-ritual dan cara beragama yang ekstrem.
Era digitalisasi turut mendorong maraknya narasi-narasi ekstrem yang memprovokasi para perempuan muslim dengan pemahaman yang salah kaprah dan sebaliknya mengekang ruang kesetaraan bagi perempuan. Identitas religiusitas seorang muslimah kerapkali diidentikkan dengan simbol pakaian hitam legam panjang hingga cadar atau penutup wajah. Dalam tradisi dan narasi konservatif, muslimah seringkali dipaksa tunduk tak bersuara, diharuskan memberikan kepatuhan secara buta, serta menjadi pelayan yang kedudukannya seringkali direndahkan. Kaum perempuan seolah diharuskan menarik diri dari percaturan sosial dan berkutat di ruang privat. Dunia muslimah jauh tertinggal di banding masa Sayyidah Khadijah ra.
Banyaknya narasi-narasi ekstrem yang bertebaran telah mendikte sebagian perempuan pada arah makna hijrah yang penuh dengan hasrat penundukan nan menyesakkan. Dengan stereotip-stereotip tersebut, hal ini menjadi sebuah polemik yang cukup serius. Islam menjadi semakin sering dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan cara beragama yang gelap dan menyeramkan.
Belajar dari Hadhrat Khadijah ra.
Islam hakikatnya adalah agama revolusioner. Sebab pada sejarahnya, dahulu saat kelahirannya pada masa jahiliyah, ketika martabat perempuan dianggap rendah serta tidak berharga, justru cahaya Islamlah yang menyelamatkan dan memuliakan harkat, derajat serta martabat kaum perempuan. Secara gamblang dan nyata, Islam telah mempersembahkan perubahan dalam mengangkat kehormatan perempuan. Tentunya nilai-nilai inilah yang harus senantiasa dipelihara sampai kapanpun.
Seorang muslimah harus mampu memilah dan berpikir kritis dalam menangkap informasi juga dalam mempelajari agama. Praktik hijrah seharusnya bukan hanya sebatas praktik yang bersifat simbolik, namun harus sejalan dengan ruang dan waktu. Hijrah sejati seorang muslimah adalah ketika ia menyadari penuh potensi dirinya sebagai manusia yang diberikan akal, nurani, dan kecerdasan oleh Tuhan agar dapat menebarkan kebaikan bagi seluas-luasnya alam raya. Seringkali kita dengar sebuah istilah “Al Ummu Madrasatul Ula” yang artinya ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Perempuan melahirkan peradaban. Maka dari itu yang akan melahirkan peradaban tentu harus memiliki ilmu yang luas agar dapat mendidik generasi yang baik.
Bila berkaca pada istri baginda yang mulia Rasulullah saw., Hz. Khadijah ra. adalah perempuan cemerlang dan sosok yang patut untuk dijadikan panutan. Pada masa terbatasnya akses ilmu pengetahuan, disaat masyarakat pada zamannya tak mengenal aksara, beliau justru sangat piawai dalam membaca sastra klasik lintas bahasa, kemampuan literasi beliau begitu tinggi, beliau juga merupakan perempuan yang asertif, tegas, dan memiliki pemikiran yang kritis sehingga beliau lebih dulu meyakini kerasulan Rasulullah saw. bahkan sebelum Rasulullah saw. memiliki keyakinannya sendiri. Tak hanya itu, beliau pun selalu ada dalam pertimbangan-pertimbangan keputusan politik Rasulullah yang paling sulit. Beliau pun adalah seorang pebisnis ulung yang sangat cerdas dan disegani serta menjadi pengayom masyarakat.
Indahnya Hijrah yang Kaffah
Kembali, muslimah yang hijrah bukan berarti harus menjauhi keramaian dan menarik diri kedalam ruangan melainkan muslimah yang hijrah harus berkelana dan bertebaran di muka bumi ini untuk menyerap ilmu pengetahuan Allah yang maha luas, menyerap ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkan dirinya pada kebaikan dan ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkan kebaikan untuk sekitar. Muslimah yang hijrah bukan hanya sebatas tunduk buta tak bersuara melainkan ia wajib memberikan pandangan intelektualnya agar menjadi bagian dari pendidikan. Muslimah yang hijrah bukan pula hanya sebatas menundakkan pandangan, justru muslimah yang hijrah harus memancarkan pandangan serta menangkap dan mengkritisi masalah-masalah sosial yang ada di sekitar dan juga memberikan peran. Muslimah yang hijrah bukan pula hanya sebatas menjadi pendengar ataupun pelayan. Seorang muslimah yang hijrah harus menjadi subjek aktif yang menggebrak dan menggerakkan dunia dalam berbagai bidang: politik, hukum, diplomasi, ekonomi, kedokteran, kebijakan publik baik nasional bahkan hingga internasional.
Pakaian hijrah yang sesungguhnya adalah pakaian hijrah yang membuat kita semakin dekat dengan pendidikan, ilmu pengetahuan, keadilan, kemanusiaan dan kemajuan yang menggerakkan kehidupan. Pakaian hijrah seharusnya mendekatkan kita dengan sesama manusia serta bernilai aksi nyata dalam kebaikan agar kita terkoneksi dalam menggerakkan gelombang kemaslahatan secara terus menerus.
Pakaian hijrah tidak boleh hanya sebatas bersimbol gelap dan apalagi membuat diri terjerumus pada kegelapan peran. Kebalikannya, pakaian hijrah harus bersinar, benderang, dan memukau: berani berkiprah di tengah-tengah dunia serta memberikan peran dalam kemajuan peradaban. Pakaian hijrah yang sejati adalah menjadi wajah dari agama Islam yang penuh rahmah.
Oleh: Alia Farhat
Komentar (0)