Detail Opini Guru

Opini / Guru / Detail Opini Guru

Merdeka Belajar

Admin Jumat, 4 Februari 2022 17:01 WIB 0 Komentar

Gambar diambil dari https://jatimnet.com/covid-19-mendikbud-luncurkan-program-belajar-dari-rumah

Tergelitik juga saat Nadiem Anwar Makarim menuturkan adanya kebingungan di sebagian kalangan tentang apa sebenarnya maksud dari Merdeka Belajar. 

"Ada yang mengira kemerdekaan di sini berarti kebebasan untuk melakukan apapun. Bebas mau belajar atau tidak, bebas mau mengerjakan tugas atau tidak," ungkap Mas Menteri seperti dilansir CNN Indonesia. Dan nampaknya anggapan serupa ini cukup luas dimiliki warga masyarakat khususnya siswa dan orang tua.

Secara bahasa saja, bila kita sedikit cermat, frasa Merdeka Belajar dimaksudkan sebagai merdeka dalam belajar. Dan bukannya merdeka dari belajar. Sudah teramat lama kita hidup dalam atmosfir keterjajahan paradigmatik bahwa, misalnya, jurusan IPA lebih keren dari IPS, pelajaran seni lebih dipandang rendah dibanding matematika dan mata pelajaran eksakta lainnya, atau sastra dianggap hanya bagi siswa yang tidak cukup brilliant untuk menguasai teknologi dan komputer. 

Anak-anak didik kita dianggap tidak cerdas hanya bila ia tidak berminat di mata pelajaran tertentu. Anak-anak dengan beragam minat dan bakat seolah dipaksa untuk seragam dalam bingkai 'wajib' belajar. Sebuah video yang dibuat oleh Richard William, seorang rapper dari Amerika melalui kanal YouTubenya dengan judul I Sued The School System tahun 2016 mengkritisi tradisi keliru ini. Ia mengutip kata-kata Einstein bahwa setiap orang jenius akan tetapi bila kamu menguji ikan dengan kemampuannya memanjat pohon maka sepanjang hidupnya ia akan beranggapan bahwa dirinya bodoh. Hal senada juga diungkapkan Sir Ken Robinson dalam paparannya di TED Talk dengan tema Do Schools Kill Creativity? hampir sepuluh tahun sebelumnya, yaitu tahun 2007. Dalam pembicaraannya tersebut ia mengutip perkataan Pablo Picaso bahwa setiap anak terlahir sebagai seniman dan masalahnya adalah tetap menjadi seorang seniman saat kita dewasa.

Kondisi keterjajahan para siswa seperti inilah yang ingin dimerdekakan Mas Menteri dengan program kebijakan pendidikan Merdeka Belajarnya. Dan bukan hanya siswa saja, para guru dan sekolah pun termasuk yang dimerdekakan. Ada empat program pokok kebijakan pendidikan tersebut yang meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi. 

"Arah kebijakan baru penyelenggaraan USBN, kata Mendikbud, pada tahun 2020 akan diterapkan dengan ujian yang diselenggarakan hanya oleh sekolah. Ujian tersebut dilakukan untuk menilai kompetensi siswa yang dapat dilakukan dalam bentuk tes tertulis atau bentuk penilaian lainnya yang lebih komprehensif, seperti portofolio dan penugasan (tugas kelompok, karya tulis, dan sebagainya). “Dengan itu, guru dan sekolah lebih merdeka dalam penilaian hasil belajar siswa. Anggaran USBN sendiri dapat dialihkan untuk mengembangkan kapasitas guru dan sekolah, guna meningkatkan kualitas pembelajaran,” terang Mendikbud.

Selanjutnya, mengenai ujian UN, tahun 2020 merupakan pelaksanaan UN untuk terakhir kalinya. “Penyelenggaraan UN tahun 2021, akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter,” jelas Mendikbud.

Pelaksanaan ujian tersebut akan dilakukan oleh siswa yang berada di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11), sehingga dapat mendorong guru dan sekolah untuk memperbaiki mutu pembelajaran. Hasil ujian ini tidak digunakan untuk basis seleksi siswa ke jenjang selanjutnya. “Arah kebijakan ini juga mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA dan TIMSS,” tutur Mendikbud.

Sedangkan untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Kemendikbud akan menyederhanakannya dengan memangkas beberapa komponen. Dalam kebijakan baru tersebut, guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan mengembangkan format RPP. Tiga komponen inti RPP terdiri dari tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen. “Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif sehingga guru memiliki lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan mengevaluasi proses pembelajaran itu sendiri. Satu halaman saja cukup,” jelas Mendikbud.

Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi dengan kebijakan yang lebih fleksibel untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah. Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, dan jalur perpindahan maksimal 5 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah. “Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi,” ujar Mendikbud.

Inilah pilar-pilar Merdeka Belajar sebagaimana dilansir di laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/mendikbud-tetapkan-empat-pokok-kebijakan-pendidikan-merdeka-belajar)

Sesuai dengan kodrat kehidupan. Kita bebas untuk menentukan pilihan namun kita akan selalu terikat oleh konsekuensi atas setiap pilihan. Demikian pula halnya dengan Merdeka Belajar. Merdeka Belajar adalah kemerdekaan dalam memilih apa yang diinginkan (tepatnya diperlukan) untuk dipelajari. Dalam semangat Merdeka Belajar ini pulalah pemerintah mencanangkan Kurikulum 2022. Sebuah kurikulum yang berupaya melayani secara setara. Tentu saja tidak ada kurikulum yang sempurna. Namun, sungguh tidak bijak untuk meninggalkan diri dari laju dinamika perubahan yang ingin dicapai Kurikulum 2022. Pemerintah pun menetapkan kurikulum baru ini--setidaknya sebelum tahun 2024 nanti--sebagai kurikulum prototipe yang bersifat opsional kecuali bagi sekolah yang telah terdaptar sebagai Sekolah Penggerak.

Nah, kembali kepada slogan Berdeka Belajar, bila diartikan sebagai terbebasnya dari tugas-tugas--bahkan dari kewajiban belajar itu sendiri--maka hal demikian sama saja artinya dengan berhenti belajar. Sungguh merupakan sebuah kekeliruan yang fatal.   
 

Merdeka (Belajar)!
 

Oleh: Dodi Kurniawan


Bagikan ke:

Apa Reaksi Anda?

0


Komentar (0)

Tambah Komentar

Agenda Terbaru
Prestasi Terbaru