Knowledge is power, but character is wonder
Kurikulum secara etimologis berasal dari kata curricle yang berarti kereta kecil beroda dua yang ditarik oleh sepasang kuda bersampingan. Kata ini berakar dari kata kerja Latin currere yang artinya berlari.
Bila berpola pada teori yang mengatakan bahwa bahasa Arab adalah induk semua bahasa maka kita bisa menemukan jejak-jejak bahasa Arab dalam kata kerja Latin currere. Tentu sepintas sangatlah terkesan dogmatis. Namun kita harus membiasakan diri terbuka dalam berperspektif, bukan?
Saya akan sedikit lanjut elaborasi kebahasaan kita.
Kata currere dalam bahasa Latin bisa kita lacak jejaknya dari kata Arab jarā (جرى). Keduanya memiliki arti yang sama: berlari. Setidaknya jejak itu bisa ditilik melalui dua hal berikut. Pertama, Alif maqshūr (huruf ya tanpa titik pada kata جرى) dalam beberapa dialek dibaca seperti vokal 'e'. Jarē. Begitu kira-kira dibacanya. Kedua, huruf ج seringkali berubah menjadi 'c' saat diserap dalam bahasa lainnya. Contoh yang mudahnya kata camel berasal dari kata جَمَلٌ (unta).
Baik, cukup dulu untuk telisik kebahasaannya. Sekarang kita lanjutkan pembahasan tentang kurikulumnya. Semantika kata kurikulum secara ilustratif menggambarkan sebuah landasan pacu dengan seperangkat aturan dan tujuan yang ingin diraih: kemenangan. Landasan pacunya sendiri bisa sirkular, berupa sirkuit untuk jarak jauh ataupun linear untuk jarak pendek.
Pun demikian halnya dengan kurikulum dalam dunia pendidikan. Ia serupa kereta pacu. Ia bukan hanya harus menyampaikan penunggangya ke titik tujuan tetapi juga harus menjadikannya pemenang. Bila, sang penunggang adalah para peserta didik, semantara keretanya adalah lembaga pendidikan, maka landasan pacunya tersebut adalah perkembangan zaman dengan segala tantangannya. Lembaga pendidikan atau sekolah memiliki peran vital dalam perpacuan ini.
Lalu bagaimana dengan sekolah kita Al-Wahid?
Al-Wahid tentu tidak ingin tertinggal dalam setiap denyut dinamika dunia pendidikan. Pada tahun kedua upaya upgrading kurikulum 2013--yang pada tahun 2023 nanti akan berusia 10 tahun, Al-Wahid diberi kesempatan oleh Pemerintah untuk melaksanakan Program Sekolah Penggerak. Sebagaimana kita ketahui bersama Program Sekolah Penggerak ini sudah mulai dicobakan pada tahun pelajaran 2021/2022. Rencananya Al-Wahid dijadwalkan melaksanakannya pada tahun pelajaran 2022/2023.
Dari sekian banyak bacaan yang tersaji di media dan dokumen-dokumen pelatihan--dan uniknya di laman kemdikbud.or.id sendiri tidak ada satu pun rilis resmi berkenaan dengannya--terlepas dari adanya perubahan secara teknis, perubahan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Kurikulum mestilah dinamis. Istilah yang sempat disematkan kepada kurikulum baru nanti sebagai Kurikulum Paradigma Baru (KPB) secara paradigmatis tidaklah memiliki makna yang signifikan. Kurikulum memang sudah seharusnya paradigmatis dan bukan pragmatis.
Lalu, ada yang menyebutnya sebagai Kurikulum Prototipe (KP). Ini sama lucunya dengan sebutan Kurikulum Nasional untuk Kurikulum 2013.
Mengapa lucu? Jelas, pendidikan itu (baca: kurikulum) adalah bidang yang diurus oleh Pemerintah Pusat dan bukan ranah otonomi daerah. Hanya dalam praktiknya untuk membumikan teknis pelaksanaan kurikulum tersebut Pemerintah memberikan keleluasaan kepada daerah (baca: sekolah) untuk berekspresi sesuai lingkup kewenangan dan potensi lapangan. Keleluasaan ini kita kenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang adalah nama lain dari istilah keren School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah).
Lalu, bagaimana dengan Kuriikulum Prototipe? Ini pun sama. Prefix proto memiliki arti bentuk awal atau purwarupa. Jadi semacam percontohan. Artinya bila ternyata terbukti efektif maka kurikulum ini boleh jadi akan dikukuhkan pada tahun 2023. Kembali, nama Kurikulum Prototipe ini bukanlah nama diri kurikulum yang akan kita jalani tahun pelajaran mendatang. Akan terasa lucu saja, bila kurikulum sekarang bernama prototipe (prototype, purwarupa) maka kurikulum setelahnya akan bernama Kurikulum Pascatipe (post-type, purnarupa).
Tulisan ini hanyalah amatan saya yang selalu menemukan kelucuan dalam keseharian. Hanya saja, satu hal yang bisa dipastikan posisi SMA Plus Al-Wahid yang selalu siap untuk berselancar di atas gelombang perubahan. We will surf the wave of changes or even become the wave itself.
Al-Wahid bisa!
Oleh: Dodi Kurniawan, S.Pd.
Komentar (0)